Kamis, 09 April 2009

Women and Politics in Islam


One of the major controversial issues in Religion of Islam for those who do not know the truth in the Quran is the woman's role in the political system or in leadership. Can a woman assume the
leadership role? Is there a prohibition?

The answer is clear in God's scripture - the Quran. If the source is man made books (Hadith written 200+ years after the revelation of the Quran) a view of subjugation of women and denial of rights in the political system emerges.

God gives stories in the Quran to establish precedents and to provide us guidance and teachings.

"We narrate to you the most accurate history through the revelation of this Quran. Before this, you were totally unaware." 12:3

"In their history, there is a lesson for those who possess intelligence......" 12:111

The role of woman in the history of the world is demonstrated in the story of Belquees, the Queen of Sheba. See 27:22-44. God gave us her history in the Quran, to set a precedent that a woman in a political leadership is not offensive to God.

She represented a democratic ruler who consulted with her people
before making important decisions (27:29). She visited Solomon, talked to him and made decisions for herself and her people.

After witnessing what God gave Solomon, she became a submitter (Muslim), while still the Queen of Sheba.

"She was told, "Go inside the palace." When she saw its interior, she thought it was a pool of water, and she (pulled up her dress) exposing her legs. He said, "This interior is now paved with crystal." She said, "MY LORD, I HAVE WRONGED MY SOUL. I NOW SUBMIT WITH SOLOMON TO GOD, LORD OF THE UNIVERSE."

Here we witness one of the first Muslim woman in charge of a nation, ruling them as the Queen of Sheba.

Sheba's history provides us lessons that God has placed no restrictions on a woman in a leadership role. Contrary to what the traditional Muslim scholars and man-made Hadith books advocate, a woman as a political leader or Head of State is not against God's system or against the Quran. It might be against the chauvinistic views of the men who wrote the corrupted books of Hadiths.

The Muslims scholars and clerics advocate completely the opposite and contradict the Quran.

In one of the most famous Hadiths (man written books/stories) that is often raised in the face of any Muslim woman seeking higher education or higher position in her career is one by a man called Abu Bakra who narrated a Hadith reported in Bukhary that states that any community ruled by a woman will never succeed.

The fallacy of this Hadith is not only proven in history but in the fact that Abu Bakra himself was reported in the Muslim history books to be punished publicly for bearing false witness. Despite this known story of his bearing false witness, Bukhary did not remove his Hadith from among his collected Hadiths according to the rules that Bukhary himself claimed to follow. Such a bearer of false witness should never be allowed or accepted as a witness ever, according to the Quran. 24:4. Bukhary did not follow the Quran or his own rules. We guess he liked the degrading of women he found in this hadith.

We need only to look at what God is teaching us in His only acceptable Hadith (77:50 - the Quran itself). All of us have a choice, either believe God and His book or believe Bukhary and other men who contradict the Quran. Only those who choose God will
be the successful ones.

info@submission.org Read More..

Senin, 23 Maret 2009

MENCARI JODOH SESUAI DENGAN TUNTUNAN RASULULLAH SAW.

Menikah merupakan salah satu kebutuhan manusia, karena itu di dalam beberapa Sabdanya Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk melakukan pernikahan. Bahkan dalam satu hadits Rasul, beliau menyatakan behwa menikah merupakan salah satu Sunnahnya yang mulia, banyak hikmah yang terkandung di dalamnya.

Namun sebelum melakukan pernikahan, tentunya ada langkah-langkah yang harus ditempuh agar pernikahan dapat langgeng, salah satu langkahnya adalah dengan berusaha mencari jodoh yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Dalam rangka mewujudkan keluaga sakinah, calon suami istri perlu memilih pasangannya secara tepat. Dan untuk memilh pasangan yang tepat ini, hendaknya kita memahami orang-orang yang haram untuk dinikahi, memahami alasan yang tepat dalam memilih pasangan, mengetahui tipe-tipe calon istri dan calon suami yang baik, dan tak lupa harus memohon petunjuk Allah SWT melalui shalat istikharah agar mendapat riidho-Nya.

1. Perempuan yang haram dinikahi ( Mahram)
Sebelum menentukan pasangan hidup yang tepat sudah selayaknya bagi seorang calon pengantin untuk mengetahui seluk beluk pasangan yang diharamkan untuk dinikahi, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi hal-hal yang diharamkan karena kebodohan seorang calon pengantin.
Adapun perempuan yang dinikah tersebut telah dijelaskan di dalam Al-Quran surat An-nisa ayat 22.
Berdasarkan ayat rersebut ,maka perempuan yang haram dinikahi ada 14, dan secara mudah dapat dikelompokan menjadi 3, yaitu :
A. Tujuh orang dari pihak keturunan, yaitu :
1. Ibu, nenek, dan seterusnya ke atas.
2. Anak, cucu, dan seterusnya ke bawah.
3. Saudara perempuan seibu sebapak, seibu saja atau sebapak saja.
4. saudara perempuan dari bapak
5. saudara perempuan dari ibu.
6. anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya
7. anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya.

B. Dua orang disebabkan persusuan, yaitu :
1. Ibu dan Bapak tempat menyusu,
2. saudara perempuan sepersususan

C. Lima orang sebab perkawinan, yaitu :
1. Ibu dari Istri (mertua)
2. Anak tiri, jika ibunya sudah dinikahi dan dipergauli.
3. Istri dari anak (menantu)
4. Istri bapak
5. menikahi perempuan kakak beradik secara bersamaan.

Itulah perempuan-perempuan yang haram untuk dinikahi. Jika hal itu sudah diketahaui oleh setiap calon pengantin, maka sudah selayaknya itu dijauhi meskipun ia sudah jatuh hati kepadanya. Agar ia tidak termasuk hambanya yang melampui batas.

2. Alasan yang tepat dalam memilih pasangan.
Di samping rasa cinta, baik laki-laki ataupun perempuan di dalam memlih pasangan hidupnya, biasanya tidak terlepas dari empat alasan, yaitu :
1. Karena hartanya
2. Karena nasabnya (keturunannya)
3. karena kecantikan atau ketampanannya.
4. Karena agamanya.

Keempat hal itu telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW di dalam sabdanya yang berbunyi.

حدثنا يحيى قال حدثني عبيد الله بن عمر قال حدثني سعيد بن أبي سعيد عن أبيه عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال "تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك".

Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw bersabda : “wanita itu dinikahi karena empat hal : karena hartanya, atau karena keturunannya, atau karena kecantikannya atau karena agamannya. Tetapi hendaklah kamu pilih wanita yang beragama (akhlak mulia) niscaya akan selamat kedua tanganmu”. (HR Bukhari dan Muslim)

Arti taribat yadaaka (engkau akan rugi dan menjadi miskin jika anda tidak mengikuti tuntunan ini. yakni jika anda kawin dengan wanita yang tidak beragama (berakhlak) niscaya anda akan menjadi fakir dan miskin, yakni tidak akan hidup bahagia.

Jika keempat alasan tersebut semuannya ada pada seorang gadis, tentulah ia merupakan calon istri yang amat ideal. Seorang istri yang kaya raya, dari keturunan yang baik-baik atau keturunan bangsawan misalnya, wajahnya cantik rupawan dan taat mengamalkan ajaran agama. Atau sebaliknya, seorang perjaka kaya, keturunan ningrat, tampan dan taat beribadah. Tentu merupakan calon suami yang ideal bagi seorang wanita.
Kandungan makna hadits di atas akan lebih jelas apabila kita pelajari dua hadits berikut ini :
“Barang siapa yang menikahi perempuan karena kemuliaannya semata, niscaya Allah tidak akan menambahkan sesuatu kepdannya selain kehinaan. Barang siapa yang minikahi perempuan karena hartannya semata, niscaya Allah tidak akan menambahkan sesuatu kepadanya selain kefakiran. Barang siapa yang menikahi perempuan karena nasabnya semata, niscaya Allah tidak akan menambah sesuatu kepadannya selain kerendahan. Dan barang siapa yang menikahi perempuan semata-mata untuk menundukan pandangan matannya atau untuk menjaga kemaluannya atau untuk menyambung tali silaturahim, niscaaya Allah akan memberkati pernikahannya dan memberkati perempuan tersebut dalam perkawinannya dengan suami yang memilihnya”. (HR Abu Daud dan An-Nasa’i),

”Janganlah kalian menikahi peempuan karena kecantikannya semata, boleh jadi kecantikannya itu akan membawa kehancuran. Dan janganlah kalian menikahi perempuan karena kekayaannya semata, boleh Jadi kekayaannya itu akan menyebabkan kesombongan. Tetapi nikahilah perempuan itu karena agamanya. Sesungguhnya budak perempuan yang hitam lagi cacat, tetapi taat beragama adalah lebih baik (daripada perempuan kaya dan cantik dan tidak taat beragama)”.
(HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Dengan mempelajari hadits-hadits diatas, maka dapatlah kita ambil pelajaran dalam rangka memilih pasangan yang tepat. Kita boleh memilih calom pasangan karena alasan-alasan apa pun, tetapi tidak boleh lepas dari alasan agama.

3. Memilih calon Istri yang baik.
Seorang istri mempunyai peranan yang sangat penting dalam keluarga. Baik buruknya seorang istri menjadi penentu di dalam mewujudkan keluarga yang sakinah. Seorang istri, disamping berperan sebagai ibu tumah tangga, ia juga berperan sebagai pandampiing suami di dalam mengarungi kehidupan.
dengan melihat pentingya peranan seorang istri dalam rumah tangga, karena itu sudah sepantasnya bagi laki-laki untuk mengenal keriteria calon istri yang baik untuk dinikahi. Agar impian membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah dapat terwujud.
Dibawah ini sedikit pemaparan tentang kriteria calon istri yang baik sebagaimana yang telah dijelaskan di dialam beberapa hadits Nabi SAW.

A. Perempuan yang shalihah.
Menurut bahasa, kata “shalihah” berarti baik. Jadi perempuan shalihah adalah perempuan yang baik. Al-Quran telah menjelaskan di dalam surat an-Nisa ayat 34 tentang kriteria perempuan shalihah.
                                       •     
“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.

Berdasarkan ayat tersebut, perempuan shalehah mempunyai tiga kriteria sebagai berikut :
a. Taat kepada Allah
b. taat kepada suami dan
c. mampu memilhara hak suami dalam keadaan apapun.

Tentang pengertian perempuan shalihah ini, Rasulullah SAW menjelaskan dalam haditsnya yang berbunyi :

“sebaik-baik perempuan adalah yang apabila kamu memandangnya, dia akan menyenangkan hatimu, apabila kamu perintah ia akan mematuhimu, apabila kamu beri bagian, ia akan menerimanya dengan senang hati, dan apabila kamu tinggalkan ia akan menjaga dirinya dan menjaga hartamu”.. (HR An-Nasa’i)

Di samping itu Rasulullah SAW juga bersabda :

الدنيا متاع وخير متاع الدنيا المرأة الصالحة (رواه مسلم)
“dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhisan dunia adalah wanita
shalehah” (HR Muslim)

Al-Mataa’ yaitu segala sesuatu yang dapat bermanfaat dan dapat dijadikan kesenangan karenanya. dan wanita shalihah adalah wanita yang baik agamanya (akhlaknya) dan karena keimanannya itu dapat menjauhi dirinya dari segala kotoran dan baik akhlaknya serta dapat bersabar ketika suaminya jauh darinya dan sedikit memberikan nafkah kepadanya, dan ia tidak akan mengkhianati harta suaminya sehingga kehidupannya dapat menjadi baik.

B. Perempuan yang subur
Sebuah keluarga tanpa kehadiran anak akan terasa hampa. Bahkan mungkin dapat menimbulkan penyesalan yang dalam bagi kedua pihak. Karena itu calon suami perlu memilih calon istri yang subur.
Rasulullah SAW bersabda :

عَنْ مَعَْقَلِ بِنْ يَسَارٍ قال : جاء رجل الى النبى ص م فقال : انى اصبت امراة ذات حسب ؤ جمال وانها لا تلد افاتزوجها ؟ قال : لا, ثم اتاه الثانية فنهاه, ثم اتاه الثالثة, فقال : تزوجوا الودودالولود, فانى مكاثر بكم الامم.

Dari Ma’qil bin Yasar R.A. dia berkata : pernah seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW. berkata : “sesungguhnya saya mendapatkan wanita yang berkedudukan tinggi dan cantik, tapi ia mandul. bolehkah saya mngawininya? jawab beliau : tidak boleh. lalu dia menghadap beliau kedua kalinya dengan maksud yang sama, maka beliau tetap melarangnya, setelah ia menghadap beliau lagi ketiga kalinya, maka beliau bersabda : “Kawinilah wanita yang suka mencinta suaminya lagi produktif. sesungguhnya aku bangga terhadap umat-umat lainnya dengan banyaknya kamu. (HR Abu Daud dan an-Nasa,i)

َوَعَنْ انس بن مالك رضي الله فنه قَالَ : ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُ بِالْبَاءَةِ , وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا , وَيَقُولُ : تَزَوَّجُوا اَلْوَدُودَ اَلْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اَلْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang kami membujang. Beliau bersabda: "Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat." Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.

C. Perempuan yang masih gadis
حدثنا أبو النعمان حدثنا هشيم حدثنا سيار عن الشعبي عن جابر بن عبد الله قال قفلنا مع النبي صلى الله عليه وسلم من غزوة فتعجلت على بعير لي قطوف فلحقني راكب من خلفي فنخس بعيري بعنزة كانت معه فانطلق بعيري كأجود ما أنت راء من الإبل فإذا النبي صلى الله عليه وسلم فقال ما يعجلك قلت كنت حديث عهد بعرس قال أبكرا أم ثيبا قلت ثيبا قال فهلا جارية تلاعبها وتلاعبك قال فلما ذهبنا لندخل قال أمهلوا حتى تدخلوا ليلا أي عشاء لكي تمتشط الشعثة وتستحد المغيبة

”Dari Jabir bin Abdullah berkata : " ketika aku bersama Nabi dalam suatu peperangan, dan ketika kembali aku sangat terburu di atas onta yang sangat lambat, maka sikejar oleh seseorang di belakangku, dam ketika aku menoleh tiba-tiba yang mengjar aku itu adalah Nabi SAW, lalu ia bertanya kepada ku : “mengapa anda tergesa-gesa? jawabku : sesungguhnya aku baru saja menikah. nabi bertanya : dengan gadis ataukah janda? jawabku : janda. nabi berkata : mengapa tidak dengan gadis saja yang dapat kalian saling bersenda gurau. kemudia ketika kami telah tiba di Madinah, kami terburu akan masuk, tetapi Nabi SAW bersabda : “sabarlah kalian sehingga kembali kerumah setelah isya, agar sempat bersisir, dan mencukur bulu kemaluan”. (HR Bukhari)

disamping itu Rasulullah SAW juga bersabda :
"hendaknya kamu menikahi perempuan yang masih gadis, karena gadis itu lebih manis tutur katanya, lebih banyak keturunannya, lebih kecil kemungkinannya berbuat makar, dan lebih bisa menerima pemberian yang sedikit (HR Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)


D. Melihat lingkungan calon pasangan.

قال رسول الله ص م : إياكم وخضراءالدمن, قيل : يارسول الله وما جضراء الدمن؟؟ قال : المرأة الحسناء فى المنبت السوء
Rasulullah SAW. bersabda : Juahilah olehmu “khadraau al-diman” lalu Rasulullah ditanya : wahai Rasul apakah yang dimaksud dengan “khadraau al-diman” ?? beliau menjawab : yaitu wanita cantik di lingkungan yang buruk.

4. memilih calon suami yang baik
dan diantara kriteria calon suami yang baik untuk dinikahi yaitu :

A. Laki-laki shalih
Laki-laki shaleh adalah laki-laki yang taat beragama dan berakhlaq mulia. Rasulullah SAW bersabda :

إذاجاءكم من ترضون دينه وخلقه فانكحوه, إلا تفعلوه تكن فتنة فى الأرض وفساد عريض (رواه الترمذي و أحمد)

"apabila ada laki-laki datang melamar (anak perempuanmu) dan kamu menyukai agama dan akhlaqnya, maka nikahkanlah (anak perempuanmu) dengan laki-laki itu. Jika tidak kau nikahkan, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi ini". (HR At-Tirmidzi dan Ahmad)


B. Laki-laki yang mampu menafkahi keluarga

Rasulullah SAW menganjurkan kepada para pemuda yang sudah siap secara lahiriah dan bathiniah untuk segera menikah. Sebagaimana hadits yang berbunyi :
َعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." (Muttafaq Alaihi)






Read More..